Kamis, 29 November 2007

Rintanagan dan Tujuan Akhir

Oleh K.H.Abdulah Gymnastiar


ORANG bisa memiliki kebaikan yang tulus ternyata kuncinya adalah dia mengharap kebaikan di akhirat nanti. Orang yang selalu memikirkan ”kebaikan di akhirat” membuat kualitas kebaikan dunianya menjadi sangat tinggi dibandingkan dengan orang yang berbuat kebaikan di dunia tanpa perhitungan di akhirat nanti.

Kita tahu bahwa hidup ini akan berakhir dan selama itu pula tidak pernah ada keseimbangan pemberian di dunia ini. Contohnya kurang lebih begini, ada seorang ibu yang sangat rindu ingin mempunyai anak. Berbulan-bulan ia menunggu anaknya lahir. Selama sembilan bulan kandungannya dibawa ke mana-mana. Namun sayang ketika melahirkan, sang ibu pun meninggal dunia. Di sini keadilan Allah tetap tegak. Seandainya sang ibu tulus dan ikhlas, insya Allah akan dipertemukan dengan anaknya di akhirat nanti.

Seorang anak yang ingin memuliakan orang tua, mati-matian kuliah agar bisa cepat bekerja supaya bisa menyejahterakan ibunya di desa. Namun ketika akan diwisuda, orang tuanya meninggal. Bagaimana dengan hal seperti ini? Yakinlah bahwa Allah menyediakan kampung akhirat untuk keadilan semua yang terjadi di dunia ini. Hanya Allah yang akan membalasnya. Tidak akan ada yang lolos sekecil apa pun dari balasan Allah. Maka kampung akhirat membuat kita tidak harus disibukkan dengan balasan dunia ini. Itulah yang disebut ikhlas.

Hambatan yang selalu hadir dalam kehidupan akan menjadi sangat menakutkan dan menyeramkan kalau kita tidak melihat tujuan akhirnya. Namun, jika kita memiliki pengetahuan tentang tujuan akhir yang ingin dicapai, semuanya akan terlihat lebih kecil, ringan, dan sederhana dalam pandangan kita.

Ketika kita dihina misalnya, hati tentu menjadi tidak enak kalau terbentur hanya pada kata-kata penghinaan. Tetapi kalau kita lihat tujuannya mencari berkah dan rida Allah, dan penghinaan tersebut kita kemas menjadi sesuatu yang bisa mengundang rida-Nya maka penghinaan tersebut akan terasa ringan.

Ketika uang kita dipinjam sana-sini sampai habis dan tidak kembali, bukan gerutuan yang harus kita keluarkan dari mulut ini. Kita hendaknya sadar bahwa tujuan kita bukan terletak pada kembalinya uang, tetapi pada keridaan Allah, maka kita akan menerimanya dan hati ini menjadi bersyukur, ”Alhamdulillah, ya Allah, Engkau telah menitipkan harta kepadaku, sehingga saya tidak meminjam ke sana kemari. Jadikanlah ini kebaikan di dunia dan akhirat bagiku, ya Allah. Kalau saya salah tidak bisa mengingatkan dia, bantu agar saya dapat mengingatkannya dengan arif. Namun jika dia tidak sanggup membayar, bukakanlah hati saya supaya rela karena uang itu juga milik-Mu, ya Allah.” Dengan berkata seperti ini, maka tenang dan lapanglah hati kita.

Seorang ibu yang sudah melahirkan, menyusui, membasuh popok, mengurus anaknya hingga dewasa, akan pusing ketika pikirannya hanya terpusat pada anaknya. Entah itu anak balas budi, anak berbakti, anak tersenyum atau ketika anaknya rewel, si ibu tadi akan terus merasa susah. Coba jika Allah yang menjadi orientasi, ketika anak melawan maka sirami dengan doa. Ketika anak bandel, sirami dengan doa. Terus-menerus sang ibu itu berdoa, berdoa, dan berdoa karena tidak akan ada amalan sekecil apa pun yang luput dari pandangan Allah. Subhanallah!

Tidak memiliki uang bisa mengangkat derajat kita di mata Allah, jikalau dalam berusaha tidak menggadaikan harga diri kita. Dengan bekerja keras, tidak meminta-minta meski jatah untuk kita sedikit dan ketika sudah berhasil, kita jaga dari sifat tamak dan antimemakan hak orang lain, maka kita akan tetap mulia dalam pandangan Allah. Karena apa susahnya bagi Allah untuk memuliakan orang-orang seperti ini.

Berbuat baiklah selalu, karena itulah rezeki kita. Awalnya baik, prosesnya (tengah) baik, dan akhirnya pun baik. Baik untuk kita, baik untuk orang lain, baik di dunia dan baik di akhirat.

Hasanah juga dapat diartikan sebagai kebaikan yang lahir maupun batinnya disukai Allah. Tentunya, bukan baik menurut versi nafsu, melainkan sesuai dengan nilai yang ditetapkan Allah SWT. Mudah-mudahan dengan doa, Fiil aakhiraati hasanah, menambah keyakinan kita bahwa hidup yang silih berganti bagai siang dan malam, sehat-sakit, suka-derita, susah-senang dan bermacam-macam konsekuensi lainnya tidak akan menjadi masalah bagi kita. Karena yang penting bagi kita adalah bagaimana membuat setiap episode kehidupan ini menjadi kebaikan.

Ketika senang kita bersyukur, ketika susah lalu menjadikannya kebaikan dengan kesabaran dan mengoptimalkan ikhtiar. Ketika dipuji akan menambah rasa malu kita pada Allah yang telah sempurna merahasiakan aib diri ini, dan ketika dihina, merasa lapang dada karena terkadang penghinaan yang kita terima lebih sederhana daripada kejelekan diri kita sebenarnya.

Sehat bisa menjadi kebaikan yang memacu kita untuk berbuat lebih banyak, sakit bisa menjadi jalan evaluasi penggugur dosa bahkan kita pun dapat meraup hikmah dari sakit dan mengajari orang bagaimana cara menghadapi sakit.

Bagi yang mempunyai musuh, jangan terlalu memikirkannya karena itu akan membuang waktu, tenaga, dan energi. Cukup doakan saja semoga ia tidak membuat kejelekan lebih jauh lagi, karena dendam kesumat yang melampaui batas kewajaran dan tidak sesuai dengan syariat, hanya akan merusak diri kita sendiri. Kita tidak akan rugi karena doa yang tecermin dari perilaku kita sehari-hari adalah doa kebaikan.

Doa itu bukan seperti menggantungkan pakaian. Doa adalah target dan sasaran yang harus kita capai. Doa adalah nilai (value) yang harus kita tepati. Kita harus meminta kebaikan di dunia dan akhirat. Caranya adalah berikhtiar dari waktu ke waktu dengan kebaikan, karena setiap perbuatan akan kembali pada diri kita sendiri.

Pada akhirnya kita akan merdeka dan hanya ada satu cita-cita bagi seorang Muslim, detik demi detik yang kita jalani adalah kebaikan. Kita tidak tahu kapan akan meninggal. Daripada mengingat yang lainnya, akan lebih bermanfaat jika kita mengingat mati, karena dengan mengingat kematian akan memperbaiki niat dan cara kita.

Semoga kita ditolong untuk semakin bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah. Persembahkanlah yang terbaik dan jangan pernah berhenti berusaha, karena ”Siapa yang berjihad, sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya sendiri. Allah Mahakaya, tidak memerlukan sesuatu apa pun dari seluruh alam (QS al-Ankabuut:6).

Semoga Allah menampakkan kekurangan yang kita miliki agar kita bisa memperbaikinya. Semoga Allah memperlihatkan kelemahan-kelemahan kita agar kita bisa menjadikan diri ini lebih kuat dan tangguh menghadapi cobaan hidup dan sanggup mencapai tujuan akhir, Fiid dunya hasanah wa fiil aakhirati hasanah. Amin. Wallahualam.

Tidak ada komentar: